Cerpen Keluarga

Namaku Via, Nama panjangku Viaaaaa… Eh.. Salah! Nama panjangku Selvia Zohrara. Aku duduk di bangku kelas 5 SD. Aku mempunyai kakak yang bernama “Selvia Zohdewi”, dia duduk di bangku SMP. Aku juga mempunyai seorang adik angkat, dia bernama “Seno Zoharyo”. Dia duduk di bangku TK.
Sehari sebelum bulan Ramadhan.. Via, Dewi, dan Seno mempersiapkan sesuatu yang biasa mereka lakukan setiap sehari sebelum bulan puasa. Ya, mereka selalu menggantungkan lampu-lampu kecil di depan rumahnya dan membuat lampion.
“Aku mau buat yang bentuk peri.. aah..” seru Kak Dewi
“Kaaak, kan aku mau buat yang peri.. Ihh kakak nih..” ucap Via dengan muka kecut
“Kalau aku… mau buat yang, Mobil, ahhh..” seru Seno
“Nggak tanya, Seno…” Teriak Via dan Kak Dewi berbarengan.
“Haha.. Kompak pisan ooeey..” Ucap Seno sambil tertawa dan mengulurkan lidah kepada Via dan Kak Dewi.
Akhirnya, Via, Dewi, dan Seno selesai membuat lampionnya masing-masing. “Hahay.. Periku bagus deeh..” seru Kak Dewi.
“Iya noh, bagus… ggrrr..” ucap Via sambil menggerutu.
Sore itu… Via, Dewi, dan Seno berencana untuk pergi ke Mall.
“Aku pengen beli mainan, kak…” pinta Seno
“Kamu bawa uang?” tanya kak Dewi.
“Ya, jelas, dong kak..” ucap Seno santai sambil bertolak pinggang. “Jelas apa? Jelas nggak bawa?” tanya kak Dewi heran.
“Nah, tuh tau… hahaha..” seru Seno sambil tertawa.
“Ggrrr.. kamu ini!” bentak kak Dewi
“Berantem mulu siih..” ucap Via agar suasana makin beku. “udaaah.. ayo lewat eskalator..!” ajak kak Dewi.
“OkSiip kakak..” jawab Via dan Seno berbarengan.
Tiba-tiba.. HandPhone milik Via bordering..
KRIINGG KRIINGG KRIINGG…
Via segera mengangkat telfonnya, ternyata salah sambung. “Ggrrr.. Salah sambung..” gerutu Via. Tanpa sadar tangan Via terjepit “Aww.. Sakitt..” teriak Via dengan lirih
Aku nggak akan mempermalukan kakak di mall ini, ucap Via dalam hati.
Setelah sampai di rumah, Via tidak bilang kepada siapapun. “Ahh.. lebih baik, aku tidur saja.. agar tidak terasa sakitnya.. uhh..” ucapnya sambil merintih kesakitan.
TOKK TOKK TOKK…!
“Nak, makan malam sudah siap.. ayo bangun, nak!” Teriak Ibu Via dari balik pintu. “Iya bu.. sebentar.. uhh..” jawabnya sambil memegang tangannya yang masih saja keluar darahnya. Sampai-sampai, tempat tidurnya basah, gara-gara tertumpahan darah.
“Bisa gawat kalau ketahuan, nih!” Ucap Via. “Ibuuu.. Via makannya nanti dulu, yaa.. Via masih kenyang, nihh..” teriaknya.
“Ya udah..” teriak Ibunya..
“Huuh.. Aku harus menutup lukaku ini” Ucap Via.
Setelah menutup lukanya, Via segera keluar dari kamarnya. Via duduk di meja makan ditemani Ibunya. “Nak, ada apa dengan tanganmu? kok di plester seperti itu?” tanya ibunya. “I.. In.. Ini buu..? Enggak apa-apa kok.. cuman terjepit pintu kamarku..” jawab Via gugup
Hari ini, hari pertama bulan Ramadhan. Via sekeluarga makan sahur bersama. “Darah apa tuh, kak? Kok menetes terus, sih?” tanya Seno.
“Enggak apa-apa, kok.. ini netesnya baru kali ini..” jawab Via tegang. “Nak, bila itu menetes terus, kamu akan terserang penyakit anemia! dan mematikan.. mari, nanti ibu antarkan ke dokter” Saran ibu panjang lebar.
“Tidak usah, bu.. Tidak sakit, kok buu.. Ini baik-baik saja..” Ucap Via agar membuat ibu tenang dan tersenyum. “Ya.. sudah.. kalau kamu merasa sakit, bilang ke ibu yaa?” Ucap ibu memastikan.
“Siap deh, bos..!” Seru Via
Via menuju ke kamarnya dan memikirkan berbagai hal. “Bagaimana dengan aku, bila darahku terus menetes?” Fikirnya. “Apakah aku akan mati?” Fikirnya terus..
ALLAHU AKBAR.. ALLAHU AKBAR..
Terdengar suara adzan.. “Ah.. aku sholat dulu..” ucap Via. Setelah sholat.. dia berdo’a “Yaa Allah, maafkan aku telah berbohong pada Ibuku.. Aku hanya ingin mereka tersenyum. Aku tak ingin merepotkan mereka semuanya..” ucap Via saat berdo’a
Via mulai berfikir “Seandainya aku mati, aku akan menulis suatu surat untuk Ibu, agar ibu mengerti apa yang terjadi sebenarnya”. Dia mulai menulis surat, dan membaca kembali isi suratnya. Ia selalu menangis setiap membaca surat buatannya.
Hari kedua berpuasa. Wajah Via kian tampak pucat.
Aku akan membaca surat ini, untuk yang terakhir kalinya.
Untuk Ibu dan keluarga
Yang sangat aku sayangi..
Maaf yaa.. aku tak bilang sebenarnya kepada kalian semua.. Setiap waktu, sampai 2 hari ini.. darahku terus menetes.. mungkin kata ibu itu benar. Aku terkena Anemia.. Aku sebenarnya terjepit eskalato di mall pada saat jalan-jalan bersama kakak dan adik
Ibu tak perlu memarahi mereka. Mereka tak salah apapun. aku takkan bosan menunggu lama, untuk kedatangan kalian semua.. aku malah senang, bila semakin lama..
Sekarang, aku sudah bertemu kakek dan nenek disini.. jadi, aku tak kesepian. Aku duduk dipangkuan Allah, bu! sampai disini dulu yaa.. keep smile bu..!
Via, di surga
Setelah Via membaca surat yang akan diberikan kepada Ibunya. Dia merasa sudah tidak kuat sama sekali..
“Ibuu.. Ibuu.. Tolooong.. Tol.” Ucapanya hanya berhenti sampai disitu.
TOKK TOKK TOKK!
“Viaa.. kak Dewi mengajakmu ngabuburit, tuh!” Teriak Ibunya. ‘Kenapa tidak menjawab, yaa? buka saja..’ ucap ibunya dalam hati
“Viaaaa? kamu kenapa nak?!” Teriak ibunya terkejut. “Dewi…! Seno..! Siniii… Via pingsan..!” Ibunya memanggil kakak dan adiknya Via.
“Iya buu..” jawab Dewi dan Seno serentak.
“Yaa Allah.. kenapa nafasnya tak berhembus sama sekali?” ibunya terheran-heran
“Apa bu? ini nggak mungkin!” ucap Dewi tak percaya
“Ibu, ini kertas apa?” tanya Seno. “Ibu tak tahu.. Bacakan!” suruh Ibu kepada Seno.
Setelah dibacakan oleh Seno, Ibunya tahu bahwa ia harus sabar dan ikhlas menghadapi itu semua.
ALLAHU AKBAR… ALLAHU AKBAR…!
Bunyi adzan maghrib, “Nak, ayo kita sholat dulu.. kita do’akan kak Via, agar dia diterima di sisi Allah swt.” pinta ibu. “Iya bu..” Jawab Dewi dan Seno
“Ya.. Allah.. mengapa Engkau ambil putriku terlebih dahulu? Di dunianya.. dia sudah menenangkan hati saya, agar saya tidak khawatir dengan keadaannya dan tetap tersenyum.. andaikan dia jujur apa yang terjadi, tak akan seperti ini keadaannya. Ya.. Allah… Maafkan dosa-dosa keluarga kami.. Amiiin..” ucap ibunya saat berdo’a
“Ibu, aku sedih.. kenapa waktu itu aku tidak menggandengnya.. maaf ya ibu…” ucapan maaf dari Dewi.
“Tak apa nak, ini kehendak yang kuasa.. Allah takkan membencimu.. Yakinkan itu, nak!” Kata Ibu meyakinkan Dewi.
“Ibu, aku juga meminta maaf.. aku juga tidak memperhatikan kak Via.. Maaf Ibu..” pinta maaf dari Seno.
“Yakinlah nak, jika kamu merasa bersalah.. do’akan kakakmu agar dia selalu disisi-Nya” Kata Ibu meyakinkan Seno.
“Iya bu, kita akan mendo’akan Via..” Sahut Dewi dan Seno.
Cerpen Karangan: Shofia Tiara Cahyani (Rara)
Facebook: Rara Tiara

Hay teman !
Rara, yapss itu panggilanku.
Ini adalah cerpen yang aku buat kurang dari 5 hari, waaw!
Aku lahir tanggal 8 November 2001 di Bojonegoro, kota tempat aku bermimpi.
Aku memiliki hobby menyanyi dan menulis.
Aku pernah mendapat juara 1 Lomba Mengarang “Hutanku adalah Sahabat dan Rumah kita” se-kabupaten Bojonegoro. Terimakasih, kakak-kakak perhutani.
Aku juga pernah mendapat juara harapan 3 Lomba DrumBand Tingkat Provinsi Jawa Timur.
Ini cerpen pertama yang pernah aku buat. yang lain, InsyaAllah akan aku kirim kesini.
Kalian bisa Add Facebook-ku :@Rara Tiara.
Kalau mau dikonfirmasi, inbox saja “Kak, Konfirmasi dong. I Like Your Short Story”

@dwieka 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar