Cerpen Idolaku

MAMA DAN AKU
Rani nur adwiya sari begitulah nama lengkap ku. tapi di lingkungan ku aku biasa dipanggil Nur. namun kisah hidupku tak seindah nama pemberian orang tuaku. awalnya hidupku cukup sempurna dengan keutuhan keluarga. namun semua itu berakhir sejak umurku 12 tahun orang tuaku memutuskan untuk berpisah karena hal yang aku sendiri belum mengerti kenapa. hari itu tanggal 05-09-2008 sebuah pertangkaran hebat terjadi antara ayah dan ibuku pemicunya adalah sms dari salah satu teman ayahku yang menurut ibu adalah selingkuhan ayah. keributan itu membuatku terbangun dari tidurku. kucoba tuk melihat apa yang terjadi kulihat ibu menangis dan ayah terus membentak ibu. aku mencoba memahami apa yang terjadi hingga akhirnya ku temukan sebuah kesimpulan rumah tangga orang tuaku takkan lama lagi.
Keesokan harinya tak seperti biasa ibu tak menyuruhku sekolah, ibu malah melarangnya karena situasi sedang runyam kuikuti apa kata ibu meski hari itu aku akan ketinggalan ulangan harian Matematika. namun kejadian semalam masih mengganggu benakku hati kecilku tak ingin semua itu terjadi tapi melihat apa yang ayah lakukan pada ibu membuat hatiku seakan membenci ayah tapi rasa sayangku menutupi rasa itu. malam pun tiba terasa begitu sunyi padahal rumahku tak jauh dari jalur lalu lintas. mungkin hatiku yang sepi ibu yang sedari pagi tak mau keluar kamar, bahkan untuk makan pun ibu merasa tidak enak dengan sepenuh hati kucoba menghibur ibu. hanya seutas senyum dan ibu berkata “Nak ibu tahu ini akan berat bagimu tapi ibu yakin kamu pasti tabah. ibu harap kamu jadi anak yang kuat dalam menjalani ini” lalu ibu memeluk ku begitu erat, rasa sedih ibu seakan menyatu dalam hati ku membuat aku ikut terenyuh masuk ke dalam suasana sedih memilukan.
Tanpa terasa malam semakin larut aku yang tertidur terbangun dari pelukan ibu. kulihat ibu tidur begitu pulas namun ada sesuatuyang aneh mengapa ayah belum juga pulang padahal jam menunjukkan pukul 22.00. aku mulai merasa khawatir namun cepat-cepat kutindas rasa itu. dalam hati kupikir ayah sedang kerja lembur jadi kubiarkan saja pintu rumah tanpa di kunci. untung saja lingkungan rumahku cukup aman jadi tidak masalah jika pintu rumah tidak ku kunci. aku pun masuk kamarku dan tertidur pulas.
Esok pagi aku bangun terlambat untung saja hari itu hari minggu jadi tidak terlalu masalah. aku pun mencuci muka dan menuju meja makan tak kulihat ada sepotong roti pun, apa ibu belum bangun pikirku setelah kulihat ibu di kamar tengah membereskan baju ke koper. lalu aku bertanya “bu untuk apa ibu memasukkan baju ke koper ibu mau pergi kemana?” ibu menjawab “bukan hanya ibu yang pergi tapi kamu juga ya, ibu tidak tahan lagi dengan sikap ayahmu jadi ibu putuskan untuk mengakhiri semua ini” aku balik bertanya “maksud ibu?”. “ya nak rumah tangga ibu dan ayah tidak bisa dipertahankan lagi kamu mengerti kan maksud ibu. ibu mohon kamu sabar ya” mendengar hal itu air mataku langsung mengalir rasa tidak percaya bercampur sedih membuat ku terdiam tanpa kata.
Hari itu tepat pukul 13.00 aku dan ibu pergi dari rumah. aku masih tak percaya keluargaku terpecah belah. dan aku dan ibu kini tidak jelas akan hidup dimana karena setahuku ibu tidak punya saudara karena ibu adalah anak tunggal. sedih, hancur, kesal kenapa semua ini harus terjadi andai waktu dapat ku putar akan ku perbaiki semua kehancuran ini namun takdir adalah takdir aku hanya mampu tabah. aku percaya semua semua masalah ada jalan keluarnya. aku ingin bertanya kepada ibu kemana kami akan pergi tapi aku tak bisa aku takut pertanyaan ku kan membuat ibu semakin terluka meski terik matahari menghasilkan peluh yang membasahi tubuh kami aku tetap bertahan. tanpa terasa waktu ashar tiba ketika kami tepat berada di depan sebuah masjid, mungkin allah mau kami lebih tabah dengan mendekatkan diri kepada nya kami pun melaksanakan sholat ashar di masjid itu. rasa penat dan lelah pun berganti kesejukan dan tentram.
Hal ini belum pernah terbayangkan olehku BROKEN HOME begitulah biasanya keadaan keluarga ku ini disebut namun saat ini aku tidak peduli apa nama keadaan ini yang aku butuhkan adalah solusi masalah ini. hal yang hanya dapat dijawab oleh allah s.w.t setelah selesai sholat kutadahkan tangan ku berdoa kepadanya, memohon solusi dan ketabahan menjalani semua ini karena ku hanya dapat berpegang pada satu keyakinan “ALLAH TIDAK AKAN MENGUJI HAMBANYA MELEBIHI BATAS KEMAMPUANNYA” itu lah yang membuat ku harus sabar. karena masih lelah akhirnya kami putuskan beristirahat di masjid itu. malam pun tiba selesai sholat isya perut ku pun lapar begitu pula ibu akhirnya kami pergi ke sebuah warteg dan makan disana lauk yang kami pesan pun tak mewah karena kami harus berhemat sampai ibu mendapatkan pekerjaaan.
Karena belum punya tempat tinggal yang tetap kami minta izin kepada penjaga mesjid untuk bermalam disitu selama beberapa waktu. dan alhamdulillah di izinkan hanya saja kami diserahi tugas sedikit untuk menjaga kebersihan masjid itu. tapi itu bukan masalah lagi pula kami senang bisa merawat rumah allah. malam semakin larut rasa kantuk memang datang tapi tak urung membuat ku ingin tidur. aku merasa nyaman terjaga sambil melihat bintang yang bercahaya itu, dulu saat ibu dan ayah masih bersama ayah sering membawa ku melihat bintang saat aku tak bisa tidur. rasa sedih kembali menusuk dalam batin aku menjerit “aku rindu ayah” hanya saja tak mau ku katakan aku takut menyakiti perasaan ibu. dapat kurasakan rasa sedih ibu di khianati orang terkasih, namun aku masih belum habis pikir kenapa ayah melakukan ini semua bukan kah ayah sangat mencintai ibu. setidak nya itulah yang kulihat.
Setelah beberapa lama terpaku menatap bintang aku pun mulai terbawa dalam mimpi tertidur lelap. ketika waktu menunjukkan pukul 04.00 ibu membangunkan ku, ibu bilang kita harus bangun pagi-pagi karena harus menyiapkan perlengkapan sholat para jama’ah mesjid nanti. aku pun bangun dan mencuci muka pagi yang dingin rasanya aku jarang bangun sepagi itu ketika kami masih bersama ayah. aku pun membantu ibu membereskan sajadah dan segala sesuatu yang dibutuhkan pukul 04.30 semua sudah selesai. para jama’ah pun berdatangan aku dan ibu pun mengambil tempat untuk sholat selesai sholat kami mendengar ceramah dari ustadz di masjid itu temanya adalah sabar. tepat seperti apa yang harus kulakukan saat ini. ustadz itu menjelaskan makna sabar, nikmat sabar dan hikmahnya beliau mengatakan tiada mungkin allah menguji hambanya melebihi batas kemampuan.
Selesai ceramah para jama’ah pun pulang tinggal pak ustadz sedang berdzikir di barisan paling depan, rasa ingin meminta nasihat tiba-tiba muncul di hatiku. kucoba menghampiri beliau “assalamualaikum pak ustadz” “waalaikumsalam, ada apa ya nak?” “maaf pak sebelumnya kalau kedatangan saya menganggu sebelumnya saya bisa minta waktu sebentar pak?” “ya silahkan nak, ada apa”. “begini pak saya sedang ada masalah di keluarga saya, orang tua saya bercerai, saya ingin minta nasihat bapak. bagaimana ya pak saya harus menyikapi semua ini?” “astagfirullah mudah-mudahan kamu sabar ya, begini kamu harus banyak tawakal kepada allah ini adalah salah satu ujian dari allah bapak yakin kalau kamu sabar allah maha pengasih. yakin semua ini ada hikmahnya. jadi kamu sabar ya banyak berdoa mohon jalan keluarnya kepada allah. karena tidak ada yang dapat membantu kita selain allah.” tutur pak ustadz panjang lebar “terimakasih pak saya ucapkan. saya akan lakukan apa yang bapak sarankan. saya permisi sebentar ya pak” “ia silahkan” kata bapak itu.
Mentari pun terbit aku dan ibu akan keluar pagi ini mencari pekerjaan kami tidak mematok harus bekerja sebagai apa buat kami yang penting halal.
Pagi berganti siang matahari mulai terik kami lelah namun belum juga mendapat kerja, kami mencoba masuk perumahan mungkin ada yang butuh pembantu pikir ibu. ternyata kami beruntung belum lama berjalan kami sudah menemukan pekerjaan, namun ada satu hal yang membuat pekerjaan ini akan berat. ternyata kau baru ingat itu adalah rumah temanku yang terkenal sombong kalau sampai dia tahu aku jadi pembantu di rumahnya dia pasti kan mengolok-olok aku habis-habisan. tapi tak apalah demi ibu hidup mati ku pun akan ku berikan ternyata tepat saja dugaan ku, cantika pun pulang aku berusaha menghindar dengan pergi ke dapur dengan alasan mencuci piring. alasan itu berhasil cantika tidak melihat ku ternyata ibu melihat ekspresi ku yang khawatir itu “kamu kenapa sayang? kamu kok seperti orang ketakuatan gitu” “gak kok gak apa-apa ma” aku berusaha menutupi semua perasaan ku namun ternyata ibu tidak mudah dibohongi “ayo bilang saja sama ibu ada apa?” “gini lho bu rumah ini itu rumah temenku, dan sekarang dia udah pulang” “oh jadi kamu takut ketahuan kalau kamu jadi pembantu. ya udah gak apa-apa kamu pulang aja biar ibu yang kerja, kamu di masjid bersih-bersih aja ya” “tapi bu” “udah gak apa–apa ibu ngerti kok” aku pun pulang lewat pintu belakang.
Sore pun menjelang senja ibu pulang dengan wajah gembira “alhamdulillah nak hari ini kita dapat Rp. 25.000 kata majikan ibu besok kalau ibu kerja dari pagi kita dibayar Rp. 50.000″ “alhamdulillah bu”. dan begitulah seterusnya keseharian kami ibu bekerja dan aku membersihkan masjid hal ini berlangsung selama 2 bulan setelah uang kami cukup kami mohon izin kepada penjaga masjid untuk pergi. memang aku betah tinggal di masjid kau merasa lebih dekat dengan allah namun kalau ada tempat lebih baik kenapa tidak. kami tinggal di rumah kontrakan kecil tapi cukup untuk kami yang hanya 2 orang kami tidur beralaskan bed cover yang ibu bawa dan selimut sebagai penghangat untung saja uang kami tidak hanya cukup untuk menyewa rumah tapi untuk membuat usaha kecil-kecilan. kami menjual gorengan dan aneka macam es kebetulan rumah kami dekat jalur lalu lintas dan sekolah jadi lumayan lah biasanya cukup untuk menambah penghasilan ibu. namun setelah 2 minggu kesehatan ibu mulai terganggu mungkin ibu lelah jadi aku yang menggantikan pekerjaan ibu, kukumpulkan segenap keberanian untuk menghadapi segala kemungkinan.
Aku berangkat dari rumah pukul 04.30 ketika orang-orang masih terlelap tidur. pekerjaan kumulai dengan mencuci piring dan membersihkan rumah ketika jam menunjukkan pukul 06.00 aku menyiapkan sarapan. ketika semua orang berkumpul di meja makan cantika keluar ia melihat ku tertunduk ia mendekati ku dan mengangkat wajahku, ia pun kaget bukan kepalang “ha… ini lho Nur gua gak salahkan atau ini mimpi, lho ngapain disini jadi pembokat lagi” ucap cantika dengan nada mengejek, tapi aku diam aku tidak ingin mencari masalah dengan dia “eh jawab bengong aja lagi lho. oh gua punya ide nanti pulang sekolah gua ajak semua temen-temen ke rumah gua dan lho bisa jelasin ini semua di depan mereka ok” mendengar perkataan cantika itu aku hanya bisa menghela nafas ku bulatkan tekad segala yang kulakukan demi ibu dan takkan sia-sia.
Waktu terasa begitu cepat berlalu rasanya baru kudengar ancaman cantika tadi pagi tapi kini waktu menunjukkan pukul 12.30. setengah jam lagi pasti cantika pulang. tepat saja dugaan ku cantika pulang bahkan lebih cepat 10 menit dari yang ku duga, kusiapkan hatiku untuk menerima segala kemungkinan. dari dapur kulihat cantika dan teman-temannya di ruang tamu cantika memanggil namaku dengan kuat tampaknya teman-teman cantika sudah tak sabar ingin melihat kondisiku saat ini. aku pun datang “oh ya temen-temen kenalin dong ini pembokat baru gua namanya Nur pasti kalian udah kenal dong” salah satu teman cantika yang bernama shakira menyahut “eh lho kenapa Nur?, kok tiba-tiba udah jadi pembokat setelah beberapa bulan gak sekolah? di rumah cantika lagi” aku sudah tak sabar lagi dengan perilaku teman-teman cantika “aku mohon maaf kalau kalian mau minum atau makan sesuatu kalian bisa minta sama aku sesuka hati kalian tapi kalau untuk menanyakan privasi aku sorry aku gak bisa jawab” aku pun pergi meninggalkan mereka yang tertawa di ruang tamu.
Rasanya ingin aku menangis menumpahkan segala rasa sakit ini tapi aku tak bisa, ini adalah jalan hidupku aku yakin bisa menjalani semua ini aku harus kuat demi hidupku demi ibu. tiba-tiba kau teringat ibu dalam hati ku berkata “apa ibu baik-baik saja kutinggal sendiri di rumah, ibu kan sedang sakit aku takut terjadi apa-apa” akhirnya kuputuskan untuk pulang lebih awal hari ini dan alhamdulillah di izinkan meski hanya diberi gaji separuh dari biasanya. perasaan ku makin tidak enak ketika melihat pintu terkunci begitu pula jendela ada apa ini? aku bertanya dalam benakku, kutanyakan pada tetangga sebelah ternyata ibu dibawa ke rumah sakit oleh tetangga Karena sakitnya semakin parah. air mata langsung mengalir aku berlari menuju rumah sakit yang diberitahu tetangga ku aku seperti kehilangan akal. aku berlari tanpa memperdulikan orang-orang di sekitar ku aku tak mau kehilangan ibu ialah satu-satunya alasan ku untuk bertahan dalam saat-saat seperti ini.
Aku pun sampai di rumah sakit tempat ibu ku dibawa, aku bertanya kepada salah satu perawat disitu tentang pasien yang bernama Aprilia Adwiya Sari yaitu nama ibuku. ternyata ibu dirawat di kamar no 203 kupercepat lariku menuju ruang tempat ibu dirawat kulihat orang-orang berkumpul di depan kamar ibu seakan menunggu jawaban kutanya kepada salah seorang yang ku kenal “pak bagaimana keadaan ibu saya” tanyaku “kami belum tahu Nur dokter sedang memeriksa tadi ibu kamu sempat muntah darah lalu pingsan wajah nya pucat lalu kami bawa ke dokter langsung, kamu yang sabar ya” hatiku langsung bertanya dibalik deraian air mata ini. sakit apakah ibu sebegitu parahnya kah sampai ibu muntah darah” kulihat melalui jendela wajah ibu begitu pucat aku tak kuasa menahan isak tangis ku pecahlah tangisan yang kutahan sejak tadi aku menangis sejadi-jadiya orang-orang mencoba menenangkan ku.
Sekitar 1 jam dokter pun keluar mengatakan hal yang bagiku amat membahagiakan hatiku dokter bilang ibuku sudah lebih baik hanya saja belum sepenuhnya aku bertanya apakah ibu bisa ku tengok kedalam dan dokter mengizinkannya. dan aku pun masuk ke ruangan itu kulihat ibu membuka matanya perlahan langsung kupeluk ibu dengan hangat “ibu jangan tinggalin Nur, ibu jangan sakit Nur mohon bu” ibu menjawab dengan suara lirih “Nur kamu harus sabar nak kita gak bisa menyangkal takdir tuhan. terima apa adanya serahkan segalanya kepada yang kuasa. jika memang allah berkehendak ibu kembali kamu harus kuat ya” kata-kata itu membuat hatiku hancur aku belum siap kehilangan ibu “ibu Nur mohon ibu jangan ngomong seperti itu ibu akan sembuh kok Nur akan lakukan apapun asal ibu sembuh” hanya itu yang dapat kukatakan untuk menindas rasa sedih ku dan ibu.
Sore itu pukul 16.00 ibu menghembuskan nafas terakhirnya di pelukanku. tadinya aku tidak sadar akan hal itu tiba-tiba kurasa tangan ibu sudah lemah jantung ibu berhenti berdegup. dunia kurasa gelap saat itu aku merasa pusing dan aku pun pingsan tak kudengar suara apapun lagi hal itu adalah hal yang paling buruk semasa hidupku. tak lama aku pingsan aku pun terbangun “mana ibu, mana ibu” tanyaku “ibu mu ada di ruangannya tapi ia sudah kembali kepada penciptanya” aku langsung melepas infus ditanganku tanpa peduli rasa sakitnya kulihat wajah ibu tertutup selimut dalam hati aku berharap ini hanya mimpi buruk ternyata ini adalah kenyataan terpahit. ibu sudah pergi aku tak ingin menangis hanya kulelehkan sedikit air mata karena kutakut membuat ibu sedih di alamnya sana. kuhampiri ibu sambil mencium tangannya seraya berkata “ibu ini Nur. Nur akan janji tabah menjalani kenyataan ini ibu bahagia disana ya bu, Nur akan doakan ibu disini. Nur sayang ibu” itulah ucapanku yang dapat kukatakan pada ibu kulelehkan air mata tapi tak mau aku terlalu histeris itu hanya akan membuat ibu semakin sedih. kucium kening dan pipi ibu kupeluk erat dan ku cium tangannya setelah itu orang-orang membantu proses pemakaman ibu.
Esok pagi sekitar pukul 10.00 kami makamkan ibu di T.P.U terdekat aku hanya mampu melihat tak bisa ku membantu memasukkan jenazah ibu. perih seakan menghujam jantungku namun janjiku pada ibu haruslah ku tepati tak boleh tenggelam dalam kesedihan. setelah orang-orang pulang tinggalah aku dan pak ustadz ia menemaniku di samping makam ibu tak kukeluarkan sepatah kata pun hanya mampu terdiam melihat ibu yang pergi tak lagi di sisiku, tak lagi menemaniku saat sedih, tak lagi menjadi penyemangat hidupku. pak ustadz mendekatiku dan berkata “kamu tahu sesuatu Nur bahwa jodoh, maut, rezeki itu sudah diatur oleh ALLAH S.W.T jadi jangan sesali semua ini ya, tabahlah jadikan ini sarana kamu mendekatkan diri kepada allah” “ia pak Nur akan menyerahkan segala sesuatunya kepada allah termasuk kepergian ibu” “syukurlah kalau kamu sabar.
Setelah 10 menit berbicara dengan pak ustadz istri beliau datang ia mengajak ku untuk tinggal bersamanya karena memang pak ustadz dan istrinya belum di anugrahi anak jadi mereka mau mengadopsi ku aku pun menerimanya. dan aku disini bersama keluarga baru aku putuskan membuka lembaran baru hidupku, dan menutup lembaran lama tapi 1 hal yang takkan bisa aku tutup atau lupakan hal ini sudah menjadi bagian dari diriku kenangan antara aku dan ibu dan ayah aku tetap menyanyangi mereka begitu pula orang tua baruku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar