Banyak
hal yang terjadi seputar Idul Adha, hal-hal yang luput dari pengamatan kita
mungkin dapat mengispirasi anda untuk mengambil keputusan yang penting, pada
kesempatan ini disajikan sebuah cerpen inspirasi khas Idul Adha. Selamat
membaca.
Sejak
tadi pagi, setelah sholat id, Rahman hanya berdiam dirumah, tidak seperti
tahun-tahun sebelumnya biasanya ia membantu remaja masjid menyembelih hewan
qurban di masjid dekat rumahnya. Ia merasa sepi menjalani hari raya
Idul Adha tahun ini.
Tetangga
di sekitar rumahnya juga banyak yang hanya berdiam dirumah, entah kenapa
semangat Idul Adha tahun ini tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang begitu
semarak bahu membahu membantu menyembelih dan mengurus hewan qurban yang
dikelola oleh remaja masjid.
Tiba-tiba
lamunannya dikejutkan oleh suara seorang gadis kecil
"Kambing milik Marwah apa sudah disembelih, Pah? sapa Marwah sambil menggenggam sebuah pisau dari dapur. "Biar Marwah yang menyembelih kambingnya ya Pah..."lanjut Marwah, memperlihatkan pisau dapur di tangannya kepada Rahman, ayahnya.
"Kambing milik Marwah apa sudah disembelih, Pah? sapa Marwah sambil menggenggam sebuah pisau dari dapur. "Biar Marwah yang menyembelih kambingnya ya Pah..."lanjut Marwah, memperlihatkan pisau dapur di tangannya kepada Rahman, ayahnya.
Rahman
berfikir di usianya yang baru 5 tahun Marwah sang buah hati begitu
bersemangat ingin menyembelih hewan qurban miliknya, sedangkan
tetangga-tetangga dan sejawat-sejawat tak lagi bergairah.
Rahman
lalu mendekati Marwah "Pisau Marwah, biar Papah yang pegang ya...nanti
kita sama-sama ke masjid melihat orang-orang menyembelih hewan qurban, oke
". Bujuknya.
"Tidak
Pah, biar Marwah aja yang sembelih." Marwah tak ingin memberikan pisau
dapur di tangannya dan mencoba lari dari bujukan ayahnya.
Sebenarnya,
Rahman sangat bangga dengan anak perempuannya itu, melihat kondisi orang-orang
di kampungnya yang sudah tidak lagi bergairah menghadapi Idul Adha. Sementara
Marwah memberikan spirit dan inspirasi baru terhadapnya bahwa kadang
angan-angan anak lebih bernilai dari orang-orang dewasa.
"Aku
bangga padamu, nak". Gumam Rahman terharu.
Memang
nilai-nilai yang dibawa secara spontan oleh anak-anak dapat mengajarkan orang
dewasa untuk lebih dewasa dari sebelumnya, sayangnya saat ini banyak
yang sudah melupakan nilai-nilai islami sehingga hilang begitu saja
di tengah derasnya arus informasi dan budaya yang merubah pola hidup
masyarakat. Bagaikan dihembus angin topan yang tak menyisakan sepercik embun
pun, semuanya bersih dan hilang. Pikir Rahman.
“Besok
sholat id dimana, Pah?” tanya istri Rahman yang menghentikan sejenak
setrikaannya. Sontak membuat Rahman kaget dari lamunannya “Di lapangan dekat
kampung” jawab Rahman Spontan.
“Potong
qurbannya besok? sambung istri Rahman.
“Terserah
panitianya, Mah. Kita ikut aja mereka.”
Istri
Rahman lalu melanjutkan setrikaannya. Ia menyetrika baju Rahman yang akan
dipakai pada sholat id besok.
Saat
itu, Rahman sedang menonton pertandingan sepak bola di ruang keluarga yang
sebentar lagi akan usai. Ia kemudian mengambil remote tv lalu mematikannya.
"Papa
ingat Marwah, Mah..."
"Jangan
di bicarakan lagi Pah. Insya Allah Marwah sudah tenang di alam sana"
Istri Rahman melanjutkan pekerjaannya.
Raut
muka Rahman terlihat sedih, hatinya galau, mencoba mengingat masa lalu yang
sangat indah bagi hidupnya bersama Marwah.
Marwah
anaknya, yang begitu bersemagat jika waktu idul qurban datang karena ia sangat
senang dan bahagia melihat hewan-hewan qurban yang akan disembelih bahkan
Marwah sendiri yang ingin menyembelihnya.
Pernah
Marwah bertanya “Pah, apakah tidak kesakitan mereka dipotong? Marwah kasihan,
Pah!”
“Marwah
tidak perlu sedih karena hewan-hewan itu sebenarnya senang. Mereka akan bertemu
dengan Allah dan mendapatkan surga, Marwah kenal surga kan!”
Kini
Marwah hanya menjadi kenangan bagi Rahman. Sebulan setelah Idul Adha tahun lalu
Marwah tertabrak motor di jalan depan rumah. Saat itu ia bersama
teman-temannya sedang bermain dan tidak melihat motor berwarna hitam melintas
dengan kecepatan tinggi dan menabrak Marwah.
Marwah
terlempar beberapa meter dan bersimbah darah akibat benturan keras di kepalanya
dan Marwah dipanggil Allah saat perjalanan ke rumah sakit, sementara pengendara
motor berkecepatan tinggi itu melarikan diri tanpa bertanggung jawab atas
perbuatannya. Rahman sangat terpukul menghadapi kejadian ini, dan istrinya pun
sempat pingsan melihat Marwah yang bersimbah darah.
Sesekali
Rahman mengingat anaknya, ia tampak sedih. Tak ada lagi yang menemaninya
melihat orang-orang menyembelih hewan qurban dan bertanya dengan
pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya kagum terhadap Marwah.
Tak
ada lagi yang membuatnya semangat melirik masa depan dengan kecerdasan Marwah
lewat ucapan-ucapan ringan khas anak-anak yang sangat bermanfaat bagi
orang-orang dewasa yang membuat inspirasinya tidak pernah mati memahami hidup
dan kehidupan.
Sempat
juga ia berpikir bahwa ia akan menyekolahkan Marwah setinggi mungkin. Rahman
optimis kelak Marwah bisa menjadi pemimpin bangsa yang dapat menyadarkan
dan memberikan pendidikan kepada masyarakat.
Rahman
sudah berusaha mencari tahu siapa yang menabrak Marwah tapi tak kunjung ia
temui. Menghubungi aparat kepolisian pun sudah tak dipikirkannya lagi karena
tidak akan menyelesaikan masalah, berlarut-larut dan tak juga akan
ditemukan.
Sejak saat itu, Rahman hanya bisa berdoa dan berharap agar anaknya diterima di sisi Allah SWT dan setiap Idul Adha Rahman selalu mengingat Marwah.
"Selamat Idul Adha Marwah, semoga kamu menemukan kambing-kambingmu yang gemuk di Syurga" harap Rahman lirih...
Sejak saat itu, Rahman hanya bisa berdoa dan berharap agar anaknya diterima di sisi Allah SWT dan setiap Idul Adha Rahman selalu mengingat Marwah.
"Selamat Idul Adha Marwah, semoga kamu menemukan kambing-kambingmu yang gemuk di Syurga" harap Rahman lirih...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar