DESIGN
INTERIOR & EKSTERIOR
Dosen : Emi Sadikin
Nurhayati NIM
: 095870032
Rubiyati NIM
: 095870015
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM
STUDI PKK TATA RIAS
UNIVERSITAS
PGRI ADI BUANA SURABAYA
2011
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga
kami berhasil menyelesaikan RPP ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang
berjudul “Membuat Paes”.
RPP ini
berisikan tentang Rancangan Pengajaran Membuat Paes, diharapkan RPP ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang langkah membuat paes.
Kami
menyadari bahwa RPP ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata,
kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.
Surabaya, Juli
2011
Penyusun
PERNIKAHAN JEPANG
Awalnya, para teman dekat
pengantin pria akan beramai-ramai membawakan hadiah pertunangan ke rumah calon
pengantin wanita. Hadiah itu dimasukkan ke dalam kotak yang diberi nama hahm.
Para pengantar hadiah pertunangan ini akan tiba di rumah sang pengantin wanita,
lengkap dengan kostum dan wajah yang dipoles menajadi hitam, lalu mereka akan
bernyanyi.
Para pembawa hadiah ini akan berhenti di depan rumah sang calon pengantin
wanita, dan meneriakkan “Hahm untuk dijual, hahm untuk dijual!”. Lalu keluarga
sang calon pengantin wanita akan menghampiri mereka sambil menawarkan uang.
Kegiatan ini bisa disebut sebuah negosiasi, dan tentunya negosiasi yang
menyenangkan juga penuh tawa.
Pesta pertunangan sendiri
sekarang ini lebih sering diadakan di rumah makan. Dan sang calon pengantin
wanita mungkin akan mengenakan hanbok (pakaian tradisional untuk acara
pertunangan). Untuk hiburan, biasanya anggota keluarga akan berkaroke ria.
Sebelum pernikahan dilangsungkan,
calon pengantin pria akan memberikan sebuah hadiah pada calon ibu mertuanya
berupa sebuah angsa liar yang masih hidup. Namun sekarang ini lebih sering
memberikan boneka angsa yang terbuat dari kayu. Angsa ini menandakan sang calon
pengantin pria akan merawat anak perempuannnya seumur hidup.
Tradisi
Pernikahan Jepang
Di setiap negara mengakui sucinya
pernikahan melalui sebuah upacara pernikahan, tidak semuanya dibuat sama.
Tradisi pernikahan di suatu negara mungkin terlihat sangat asing bagi masyarakat
di negara lain. Perayaan pernikahan di Jepang di adakan pada Musim Semi dan
Musim Gugur, musim ini di anggap sebagai hari yang baik untuk melangsungkan
upacara pernikahan. Masyarakat Jepang masih percaya dengan kalender Jepang yang
menerangkan mana hari baik dan mana hari yang buruk. Ada 2 cara pernikahan
perayaan pernikahan di Jepang yaitu :
- Tata Cara Tradisional
Pernikahan Tradisional Jepang
dilangsungkan di kuil dengan sistem Buddha atau lebih di kenal dengan
Pernikahan Shinto. Dalam adat ini, pasangan pengantin memakai pakaian
tradisional Kimono. Pengantin perempuan memakai pakaian tradisional Kimono.
Sedangkan laki-laki memakai Hakama.
Upacara Shinto
Walaupun ada banyak cara untuk merayakan
sebuah pernikahan di Jepang, namun kebanyakan pasangan mengikuti ritual tradisi
Shinto. Shinto (cara-cara Dewa) adalah kepercayaan tradisional masyarakat
Jepang dan merupakan agama yang paling populer di Jepang di samping agama
Budha.
Saat ini, adat pernikahan bergaya Barat, seperti ritual pemotongan kue, pertukaran
cincin, dan bulan madu, sering kali dipadukan dengan adat tradisional Jepang.
Upacara pernikahan Shinto sifatnya sangat pribadi, hanya dihadiri oleh
keluarga dan kerabat dekat. Seringkali diadakan di sebuah tempat suci atau
altar suci yang dipimpin oleh pendeta Shinto. Banyak hotel dan restauran yang
dilengkapi dengan sebuah ruangan khusus bagi upacara pernikahan.
Selama hari-hari keberuntungan tertentu dalam kalender Jepang, sangat
lumrah untuk melihat lusinan pasangan mengikat janji dalam pernikahan Jepang di
tempat suci Shinto.
Di awal upacara pernikahan, pasangan dimurnikan oleh pendeta Shinto.
Kemudian pasangan berpartisipasi dalam sebuah ritual yang dinamakan
san-sankudo. Selama ritual ini, mempelai perempuan dan pria bergiliran menghirup
sake, sejenis anggur yang terbuat dari beras yang difermentasikan,
masing-masing menghirup sembilan kali dari tiga cangkir yang disediakan.
Saat mempelai perempuan dan pria mengucap janji, keluarga mereka saling
berhadapan (umumnya kedua mempelai yang saling berhadapan). Setelah itu,
anggota keluarga dan kerabat dekat dari kedua mempelai saling bergantian minum
sake, menandakan persatuan atau ikatan melalui pernikahan.
Upacara ditutup dengan mengeluarkan sesaji berupa ranting Sakaki (sejenis
pohon keramat) yang ditujukan kepada Dewa Shinto. Tujuan kebanyakan ritual
Shinto adalah untuk mengusir roh-roh jahat dengan cara pembersihan, doa dan
persembahan kepada Dewa.
Prosesi singkat ini sederhana dalam pelaksanaannya namun sungguh-sungguh
khidmat. Maknanya untuk memperkuat janji pernikahan dan mengikat pernikahan
fisik kedua mempelai secara rohani.
Apabila sepasang mempelai Jepang ingin melaksanakan pernikahan tradisional
Jepang yang murni, maka kulit sang mempelai perempuan akan dicat putih dari
kepala hingga ujung kaki yang melambangkan kesucian dan dengan nyata menyatakan
status kesuciannya kepada para dewa.
Mempelai perempuan umumnya akan diminta memilih antara dua topi pernikahan
tradisional. Satu adalah penutup kepala pernikahan berwarna putih yang disebut
tsuni kakushi (secara harafiah bermakna "menyembunyikan tanduk").
Tutup kepala ini dipenuhi dengan ornamen rambut kanzashi di bagian atasnya di
mana mempelai perempuan mengenakannya sebagai tudung untuk menyembunyikan
"tanduk kecemburuan", keakuan dan egoisme dari ibu mertua - yang
sekarang akan menjadi kepala keluarga.
Masyarakat Jepang percaya bahwa cacat karakter seperti ini perlu
ditunjukkan dalam sebuah pernikahan di depan mempelai pria dan keluarganya.
Penutup kepala yang ditempelkan pada kimono putih mempelai perempuan, juga
melambangkan ketetapan hatinya untuk menjadi istri yang patuh dan lembut dan
kesediannya untuk melaksanakan perannya dengan kesabaran dan ketenangan.
Sebagai tambahan, merupakan kepercayaan tradisional bahwa rambut dibiarkan tidak
dibersihkan, sehingga umum bagi orang yang mengenakan hiasan kepala untuk
menyembunyikan rambutnya.
Hiasan kepala tradisional lain yang dapat dipilih mempelai perempuan adalah
wata boushi. Menurut adat, wajah mempelai perempuan benar-benar tersembunyi
dari siapapun kecuali mempelai pria. Hal ini menunjukkan kesopanan, yang
sekaligus mencerminkan kualitas kebijakan yang paling dihargai dalam pribadi
perempuan.
Mempelai pria mengenakan kimono berwarna hitam pada upacara
pernikahan.
Ibu sang mempelai perempuan menyerahkan anak perempuannya dengan menurunkan
tudung sang anak, namun, ayah dari mempelai perempuan mengikuti tradisi
berjalan mengiringi anak perempuannya menuju altar seperti yang dilakukan para
ayah orang Barat.
Seperti umumnya di Indonesia, para tamu yang diundang pada pesta pernikahan
di Jepang, perlu membawa uang sumbangan dalam dompet mereka. Hal ini karena
mereka diharapkan memberikan pasangan goshugi atau uang pemberian yang
dimasukkan dalam amplop, yang dapat diberikan baik sebelum atau sesudah upacara
pernikahan.
Di
akhir resepsi pernikahan, tandamata atau hikidemono seperti permen, peralatan
makan, atau pernak-pernik pernikahan, diletakkan dalam sebuah tas dan diberikan
kepada para tamu untuk dibawa pulang.
Pernikahan tradisional Korea
diselenggarakan di rumah sang pengantin wanita. Sedangkan sumpah pernikahan
dilakukan dalam upacara yang dinamakan kunbere. Kedua pengantin akan saling
membungkuk lalu meminum anggur khusus dari sebuah labu yang ditanam oleh ibu
sang pengantin wanita.
Beberapa hari seteleh upacara
pernikahan, kedua pengantin akan mengunjungi keluarga sang pengantin pria untuk
menjalani upacara pernikahan lainnya yang disebut p’ye-baek. Sang pengantin
wanita akan menawarkan korma dan chestnuts kepada orangtua pengantin pria. Hal
ini melambangkan anak-anak.Lalu orangtua akan menawarkan sake, dilanjutkan
melempar korma dan chestnuts pada sang pengantin wanita yang mencoba menangkap
keduanya mengunakan pakaian pengantinnya.Di Amerika, upacara p’ye-baek
dilakukan pada hari pernikahan.
Perjamuan makan dalam pernikahan
tradisional Korea sangatlah sederhana. Bahkan hanya dibutuhkan sup mi, dan
faktanya pesta perjamuan makan Korea disebut kook soo sang yang berarti
“perjamuan mi.” Mi yang panjang melambangkan kehidupan yang panjang dan
bahagia. Mi akan direbus bersama kaldu sapi dan hiasan lainnya serta sayuran.
Dok, atau kue ketan biasanya menjadi hidangan yang disajikan dalam sebuah acara
di negara ini, khususnya di pernikahan.
Perjamuan makan dalam pernikahan
tradisional Korea sangatlah sederhana. Bahkan hanya dibutuhkan sup mi, dan
faktanya pesta perjamuan makan Korea disebut kook soo sang yang berarti
“perjamuan mi.” Mi yang panjang melambangkan kehidupan yang panjang dan
bahagia. Mi akan direbus bersama kaldu sapi dan hiasan lainnya serta sayuran.
Dok, atau kue ketan biasanya menjadi hidangan yang disajikan dalam sebuah acara
di negara ini, khususnya di pernikahan.
Di setiap negara mengakui sucinya pernikahan melalui
sebuah upacara pernikahan, tidak semuanya dibuat sama. Tradisi pernikahan di
suatu negara mungkin terlihat sangat asing bagi masyarakat di negara lain.
Walaupun ada banyak cara untuk merayakan sebuah
pernikahan di Jepang, namun kebanyakan pasangan mengikuti ritual tradisi
Shinto. Shinto (cara-cara Dewa) adalah kepercayaan tradisional masyarakat
Jepang dan merupakan agama yang paling populer di Jepang di samping agama
Budha.
Saat ini, adat pernikahan bergaya Barat, seperti
ritual pemotongan kue, pertukaran cincin, dan bulan madu, sering kali
dipadukan dengan adat tradisional Jepang.
Upacara pernikahan Shinto sifatnya sangat pribadi,
hanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat dekat. Seringkali diadakan di sebuah
tempat suci atau altar suci yang dipimpin oleh pendeta Shinto. Banyak hotel
dan restauran yang dilengkapi dengan sebuah ruangan khusus bagi upacara
pernikahan. Selama hari-hari keberuntungan tertentu dalam kalender Jepang,
sangat lumrah untuk melihat lusinan pasangan mengikat janji dalam pernikahan
Jepang di tempat suci Shinto.
Di awal upacara pernikahan, pasangan dimurnikan oleh
pendeta Shinto. Kemudian pasangan berpartisipasi dalam sebuah ritual yang
dinamakan san-sankudo. Selama ritual ini, mempelai perempuan dan pria
bergiliran menghirup sake, sejenis anggur yang terbuat dari beras yang
difermentasikan, masing-masing menghirup sembilan kali dari tiga cangkir yang
disediakan.
Saat
mempelai perempuan dan pria mengucap janji, keluarga mereka saling berhadapan
(umumnya kedua mempelai yang saling berhadapan). Setelah itu, anggota
keluarga dan kerabat dekat dari kedua mempelai saling bergantian minum sake,
menandakan persatuan atau ikatan melalui pernikahan.
Upacara ditutup dengan mengeluarkan sesaji berupa
ranting Sakaki (sejenis pohon keramat) yang ditujukan kepada Dewa Shinto.
Tujuan kebanyakan ritual Shinto adalah untuk mengusir roh-roh jahat dengan
cara pembersihan, doa dan persembahan kepada Dewa.
Prosesi singkat ini sederhana dalam pelaksanaannya
namun sungguh-sungguh khidmat. Maknanya untuk memperkuat janji pernikahan dan
mengikat pernikahan fisik kedua mempelai secara rohani.
Apabila sepasang mempelai Jepang ingin melaksanakan
pernikahan tradisional Jepang yang murni, maka kulit sang mempelai perempuan
akan dicat putih dari kepala hingga ujung kaki yang melambangkan kesucian dan
dengan nyata menyatakan status kesuciannya kepada para dewa.
Mempelai perempuan umumnya akan diminta memilih
antara dua topi pernikahan tradisional. Satu adalah penutup kepala pernikahan
berwarna putih yang disebut tsuni kakushi (secara harafiah bermakna
"menyembunyikan tanduk"). Tutup kepala ini dipenuhi dengan ornamen
rambut kanzashi di bagian atasnya di mana mempelai perempuan mengenakannya
sebagai tudung untuk menyembunyikan "tanduk kecemburuan", keakuan
dan egoisme dari ibu mertua - yang sekarang akan menjadi kepala keluarga.
Masyarakat Jepang percaya bahwa cacat karakter
seperti ini perlu ditunjukkan dalam sebuah pernikahan di depan mempelai pria
dan keluarganya.
Penutup kepala yang ditempelkan pada kimono putih
mempelai perempuan, juga melambangkan ketetapan hatinya untuk menjadi istri
yang patuh dan lembut dan kesediannya untuk melaksanakan perannya dengan
kesabaran dan ketenangan. Sebagai tambahan, merupakan kepercayaan tradisional
bahwa rambut dibiarkan tidak dibersihkan, sehingga umum bagi orang yang
mengenakan hiasan kepala untuk menyembunyikan rambutnya.
Hiasan kepala tradisional lain yang dapat dipilih
mempelai perempuan adalah wata boushi. Menurut adat, wajah mempelai perempuan
benar-benar tersembunyi dari siapapun kecuali mempelai pria. Hal ini
menunjukkan kesopanan, yang sekaligus mencerminkan kualitas kebijakan yang
paling dihargai dalam pribadi perempuan.
Mempelai pria mengenakan kimono berwarna hitam
pada upacara pernikahan. Ibu sang mempelai perempuan menyerahkan
anak perempuannya dengan menurunkan tudung sang anak, namun, ayah dari
mempelai perempuan mengikuti tradisi berjalan mengiringi anak perempuannya
menuju altar seperti yang dilakukan para ayah orang Barat.
Seperti umumnya di Indonesia, para tamu yang
diundang pada pesta pernikahan di Jepang, perlu membawa uang sumbangan dalam
dompet mereka. Hal ini karena mereka diharapkan memberikan pasangan goshugi
atau uang pemberian yang dimasukkan dalam amplop, yang dapat diberikan baik
sebelum atau sesudah upacara pernikahan.
Di akhir resepsi pernikahan, tandamata atau
hikidemono seperti permen, peralatan makan, atau pernak-pernik pernikahan,
diletakkan dalam sebuah tas dan diberikan kepada para tamu untuk dibawa
pulang.
- Tata Cara Modern
Pernikahan Modern biasanya di langsungkan di gereja dengan sistem agama
Kristen meski keduanya tidak beragama Kristen. Pernikahan ini juga di
pimpin oleh pendeta. Dalam pernikahan modern, pasangan pengantin biasanya
menggunakan Gaun Pengantin Putih, Selain itu juga ada upacara pemotongan
kue, pertukaran cincin honeymoons dan prosesi pernikahan Barat lainnya.
Pernikahan Modern Jepang :
Pernikahan Gaya Jepang Barat ini kebanyakan di adakan di hotel atau
ruang pernikahan. Chapels biasanya jadi pilihan terbanyak. Para pengantin
juga di ijinkan memilih gaya upacara mereka, mau gaya Kristen, Buddha,
Shinto, dan non-agama gaya. Kebanyakan non agama Kristen adakan upacara
di Chapels.
Sovenir Pernikahan | Sujeo :
Souvenir pernikahan Jepang di sebut Hikidemono, souvenir ini di
masukkan ke dalam tas untuk di bawa tamu pulang. Ada kebudayaan
Jepang yang bernama Sujeo. Sujeo adalah satu set alat makan dalam tradisi
kuliner Korea yang terdiri dari sendok dan sumpit. Sovenir pernikahan ini
di pandang sebagai alat terpenting dalam kehidupan, sekaligus lambang
kehidupan yang makmur.
Di setiap negara mengakui
sucinya pernikahan melalui sebuah upacara pernikahan, tidak semuanya dibuat
sama. Tradisi pernikahan di suatu negara mungkin terlihat sangat asing bagi
masyarakat di negara lain.
Walaupun ada banyak cara untuk
merayakan sebuah pernikahan di Jepang, namun kebanyakan pasangan mengikuti
ritual tradisi Shinto. Shinto (cara-cara Dewa) adalah kepercayaan
tradisional masyarakat Jepang dan merupakan agama yang paling populer di
Jepang di samping agama Budha.
Saat ini, adat pernikahan
bergaya Barat, seperti ritual pemotongan kue, pertukaran cincin, dan bulan
madu, sering kali dipadukan dengan adat tradisional Jepang.
Upacara pernikahan Shinto
sifatnya sangat pribadi, hanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat dekat.
Seringkali diadakan di sebuah tempat suci atau altar suci yang dipimpin
oleh pendeta Shinto. Banyak hotel dan restauran yang dilengkapi dengan
sebuah ruangan khusus bagi upacara pernikahan.
Selama hari-hari keberuntungan
tertentu dalam kalender Jepang, sangat lumrah untuk melihat lusinan
pasangan mengikat janji dalam pernikahan Jepang di tempat suci Shinto.
Di awal upacara pernikahan,
pasangan dimurnikan oleh pendeta Shinto. Kemudian pasangan berpartisipasi
dalam sebuah ritual yang dinamakan san-sankudo. Selama ritual ini, mempelai
perempuan dan pria bergiliran menghirup sake, sejenis anggur yang terbuat
dari beras yang difermentasikan, masing-masing menghirup sembilan kali dari
tiga cangkir yang disediakan.
Saat mempelai perempuan dan pria
mengucap janji, keluarga mereka saling berhadapan (umumnya kedua mempelai
yang saling berhadapan). Setelah itu, anggota keluarga dan kerabat dekat
dari kedua mempelai saling bergantian minum sake, menandakan persatuan atau
ikatan melalui pernikahan.
Upacara ditutup dengan
mengeluarkan sesaji berupa ranting Sakaki (sejenis pohon keramat) yang
ditujukan kepada Dewa Shinto. Tujuan kebanyakan ritual Shinto adalah untuk
mengusir roh-roh jahat dengan cara pembersihan, doa dan persembahan kepada
Dewa.
Prosesi singkat ini sederhana
dalam pelaksanaannya namun sungguh-sungguh khidmat. Maknanya untuk
memperkuat janji pernikahan dan mengikat pernikahan fisik kedua mempelai
secara rohani.
Apabila sepasang mempelai Jepang
ingin melaksanakan pernikahan tradisional Jepang yang murni, maka kulit
sang mempelai perempuan akan dicat putih dari kepala hingga ujung kaki yang
melambangkan kesucian dan dengan nyata menyatakan status kesuciannya kepada
para dewa.
Mempelai perempuan umumnya akan
diminta memilih antara dua topi pernikahan tradisional. Satu adalah penutup
kepala pernikahan berwarna putih yang disebut tsuni kakushi (secara
harafiah bermakna "menyembunyikan tanduk"). Tutup kepala ini
dipenuhi dengan ornamen rambut kanzashi di bagian atasnya di mana mempelai
perempuan mengenakannya sebagai tudung untuk menyembunyikan "tanduk
kecemburuan", keakuan dan egoisme dari ibu mertua - yang sekarang akan
menjadi kepala keluarga.
Masyarakat Jepang percaya bahwa
cacat karakter seperti ini perlu ditunjukkan dalam sebuah pernikahan di
depan mempelai pria dan keluarganya.
Penutup kepala yang ditempelkan
pada kimono putih mempelai perempuan, juga melambangkan ketetapan hatinya
untuk menjadi istri yang patuh dan lembut dan kesediannya untuk
melaksanakan perannya dengan kesabaran dan ketenangan. Sebagai tambahan,
merupakan kepercayaan tradisional bahwa rambut dibiarkan tidak dibersihkan,
sehingga umum bagi orang yang mengenakan hiasan kepala untuk menyembunyikan
rambutnya.
Hiasan kepala tradisional lain
yang dapat dipilih mempelai perempuan adalah wata boushi. Menurut adat,
wajah mempelai perempuan benar-benar tersembunyi dari siapapun kecuali
mempelai pria. Hal ini menunjukkan kesopanan, yang sekaligus mencerminkan
kualitas kebijakan yang paling dihargai dalam pribadi perempuan.
Mempelai pria mengenakan kimono
berwarna hitam pada upacara pernikahan.
Ibu sang mempelai perempuan
menyerahkan anak perempuannya dengan menurunkan tudung sang anak, namun,
ayah dari mempelai perempuan mengikuti tradisi berjalan mengiringi anak
perempuannya menuju altar seperti yang dilakukan para ayah orang Barat.
Seperti umumnya di Indonesia,
para tamu yang diundang pada pesta pernikahan di Jepang, perlu membawa uang
sumbangan dalam dompet mereka. Hal ini karena mereka diharapkan memberikan
pasangan goshugi atau uang pemberian yang dimasukkan dalam amplop, yang
dapat diberikan baik sebelum atau sesudah upacara pernikahan.
Di akhir resepsi pernikahan,
tandamata atau hikidemono seperti permen, peralatan makan, atau
pernak-pernik pernikahan, diletakkan dalam sebuah tas dan diberikan kepada
para tamu untuk dibawa pulang. (The Epoch Times/val)
|
|
DAFTAR PUSTAKA
http://www. aph168.blogspot.com/2009/03/perkawinan-cara-jepang-yang-unik.html
http://www. kingfoto.com/_artikel.php?id=320156&category=2
http://www. souvenirpernikahan.net/kipas/souvenir-kipas-jepang-yang-cantik.html
@dwieka 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar